Jumat, 11 November 2011

PILKADA

"torang tidak membutuhkan gubernur yang duluhe'o-duluhe'o to dingingo wanu te jakarta.."
(kita tidak membutuhkan gubernur yang suka disudut-sudut pada sudut dinding kalau ke jakarta .. 
-alias tukang tripping)


Kurang lebih begitu arti bbm chat yang saya terima dari keluarga di Gorontalo. Lucu sih tapi sangat mengarah kepada siapa saja calon gubernur gorontalo yang merasa dirinya seperti itu. Sering sekali kita baca di surat kabar banyak oknum pejabat daerah selalu memanfaatkan waktu ketika berkunjung ke jakarta untuk memuaskan diri dengan dugem dan mencari kesenangan.

Hal ini adalah sesuatu yang sangat lumrah terjadi dimana saja dan kepada siapa saja karena Ibukota memang menyediakan fasilitas seperti itu. Namun karena saat ini sedang berlangsung Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) di Gorontalo, tentu saja cerita ini bisa berakibat lain dan saling menimbulkan fitnah.
Apakah sudah begitu parahnya para calon yang akan menjadi pemimpin-pemimpin daerah kita tercinta ?;
Apakah tidak ada calon yang sangat bersih dari hal-hal yang sangat lumrah terjadi ?; dan
Apakah yang sesungguhnya masyarakat inginkan dari sosok pemimpinnya ?.

Terlepas dari problematika dinding itu, saya perhatikan hampir semua calon gubernur dan wakilnya adalah warga gorontalo yang saat ini sedang menjabat sebagai pemimpin di wilayah atau institusinya masing-masing. Bagaimana nasib amanah yang diembannya dari jabatan terdahulu apabila yang bersangkutan kemudian terpilih? Mengapa tidak memilih sikap untuk menyelesaikan pekerjaan yang terdahulu sampai tuntas agar janjinya kepada masyarakat terpenuhi, baru setelah itu menapaki peluang jabatan baru. Takut ketinggalan kereta barangkali.

Lucu memang daerahku ini. Selalu saja out of the box terhadap setiap kisah kehidupan yang terjadi bagi warga masyarakatnya. Dahulu ada budaya tutuhiya dimana yang kuat (lebih tua) akan berupaya untuk menjegal yang lemah (lebih muda). Praktis kaderisasi sumber daya gorontalo di daerah perantauan jelas sangat minim. Namun era itu sekarang sudah berubah. Sudah banyak yang kuat mendorong yang lemah dan yang lemah mendorong yang kuat. Baguslah..

Contoh lain, baru di kabinet ini terdapat langsung 2 (dua) putra gorontalo yang duduk di kursi menteri. Belum pernah terjadi dalam sejarah sebelumnya. Sangat membanggakan. Tetapi kemudian kedua menteri itu sama-sama diganti  sebelum masa jabatan resmi berakhir. Inipun belum pernah terjadi dalam sejarah gorontalo.

Mungkin contoh tadi bisa menjadi hikmah bagi para calon gubenur dan wakilnya yang akan segera bertarung disana. Anekdot "sudah bagus menjadi gubernur, malah ditinggal untuk jadi menteri.. sekarang malah tidak jadi apa-apa.. semua niat baik pun menjadi harapan belaka" atau "sudah bagus menjadi menteri malah mencari-cari masalah, sekarang masyarakat yang merana..".

Pilkada memang di sisi lain dapat menjadi pesta demokrasi masyarakat di daerah. Tapi pilkada bukanlah pilkina yang mampu mengobati semua luka-luka hati masyarakat. Dia hanya euforia sesaat warga masyarakat untuk menyalurkan aspirasi baik yang tulus, di paksa maupun dikarang. Setelah itu, nantikan bentuk kekecewaan atas semua janiji yang tak terpenuhi. Walaupun masyarakat sudah tahu bahwa janji itu hanyalah janji palsu.

Dalam keluarga Kono, masih ada beberapa nama yang berpeluang untuk mendapatkan karir politik baik didaerah maupun dipusat. Ada yang sudah berkecimpung lama maupun baru belajar berpolitik. Eksistensi keluarga di jalur politik memang masih dibutuhkan untuk memberikan kesempatan kepada kono's muda agar siap pada waktunya nanti. Tentu kita melakukan nepotisme dalam hal ini dengan tujuan agar yang kuat melindungi yang lemah dan yang lemah akan terdorong untuk menjadi kuat. Belum pernah saya mendengar ada cerita saling menjatuhkan dalam kehidupan berpolitik antar sesama keluarga kono. Ya, karena kami bahagia bisa saling menghormati, saling membutuhkan, saling menjaga, saling mendukung terhadap status kami masing-masing. Ada yang berpolitik, berbisnis, berkarier, berumah-tangga, berpetualang bahkan ada juga yang berpengangguran (hehe),

Memang setiap orang ada masanya..
dan setiap masa ada orangnya..
Kita hanya bisa lagi-lagi berharap, semoga yang baru bisa menjadi lebih baik..
Sambil menanti bahwa suatu saat kita yang ada ditempat itu..
dan berikrar, saya tidak mau seperti mereka..
Saya ingin menjadi yang lebih baik !

2 komentar: